Halaman

Rabu, 02 Juli 2014

BELAJAR DARI BINTANG

  1. Huzaifah ibnu Yaman, shahabat ini mengajari kita tentang ketaatan dalam keadaan hati yang tak lapang.
  2. Suhail bin Amru, Umar bin Khaththab, Abu Sufyan, Khalid bin Walid, mengajari kita kesempatan kedua: menjadi pejuang setelah sebelumnya habis-habisan menentang.
  3. Bilal bin Rabbah, Sumayyah dan Yasir, Ibnu Al- 'Arats, mengajari kita tentang pengorbanann di awal pertemuan dengan hidayah. Mereka rela disiksa, demi mempertahankan iman yang masih seumur jagung.
  4. Abu Bakar Ash-Shiddiq, 'Ali bin Abi Thalib, Khaijah, mengajari kita untuk menjadi penerima Islam, di kali pertama ia disyiarkan. Tanpa tapi, tanpa nanti.
  5. Abu Dzarr Al-Ghifari dan Salman Al-Faritsi, mengajari kita bahwa hidayah itu tidak dinanti, melainkan dicari. Bermil-mil mereka tempuh demi menjumpai Rasulullah kemudian bersyahadah menjadi Muslim sejati.
  6. Abdullah bin Ummi Maktum, menyadarkan kita bahwa cacat fisik, tak sepatutnya menjadi alasan untuk tidak pergi berjihad memperjuangkan agama Allah. Dalam kebutaan matanya, hatinya terang bercahaya.
  7. Ummat Islam di awal kenabian, mengajari kita untuk tidak menunda-nunda ketaatan. Para wanitanya segera berkerudung saat ayat tentannya diturunkan. Para lelakiya segera mencampakkan khamr di tangannya saat ayat yang mengharamkannya dinuzulkan. Mereka taat, tanpa tapi, tanpa nanti.
  8. Khalid bin Walid, mengajari kita tentang kerendahan hati. Di puncak karirnya sebagai panglima jihad yang senantiasa mempersembahkan kemenangan, ia ridha dan tetap rendah hati manakala 'Umar memilih Abu Ubaidah bin Al-Jarrah untuk menggantikannya. Meskipun tiada satu kesalahan pun yang dibuatnya.
  9. Abu Bakar Ash-Shiddiq, 'Umar bin Khaththab, 'Utsman bin 'Affan, mengajari kita tentang kejernihan nurani. Sepertimana sabda sang Nabi, "Berhati-hatilah terhadap firasat seorang Mukmin, sebab ia melihat dengan cahaya Allah."
  10. Mush'ab bin Umair, shahabat ini mengajari kita untuk menggunakan segala potensi pesona yang diberikan Allah pada diri, semestinyalah digunakan untuk kemenangan agama ini. Elok parasnya, santun tuturnya, wangi tubuhnya, jelita akhlaqnya, menjadi pesona bagi tertanamnya aqidah Islam di tanah Yatsrib yang kelak menjadi Madinah Al-Munawwarah.
  11. "Shahabatku layaknya bintang." Begitu Sang Nabi pernah bersabda. Maka benarlah ia. Dari bintang kita bisa mengetahui arah. Dari para shahabat, kita bisa mengetahui kemana harus melangkah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar