Halaman

Selasa, 10 September 2013

Ghirah Aktivis Dakwah

Pada suatu waktu ghirah yang kita miliki, semangat dakwah yang kita miliki begitu meluap. Seakan tidak akan pernah habis terpancar dari dalam diri kita. Membuat kita begitu gemar berdakwah. Mendakwahi saudara – saudara kita, baik yang kita kenal ataupun tidak, baik yang tua ataupun muda, baik sesama aktivis ataupun bukan. Sehingga terkadang kita tidak menyadari apakah objek dakwah kita tertarik terhadap dakwah yang kita lakukan. Apakah cara kita mendakwahi mereka sudah benar. Apakah kita sudah melakukannya dengan perencanaan dan strategi yang matang, bukan hanya asal gerak belaka.

Seiring berjalannya waktu, seiring pula dengan kematangan kita sebagai manusia yang bertambah. Bertambah pula ujian yang kita hadapi. Semakin banyak amanah yang harus kita emban. Semakin kompleks permasalahan yang muncul di sekitar kita, yang selalu menghadang kita silih berganti. Akan tetapi, hal itu tidak diimbangi oleh ghirah yang meningkat. Malahan sebaliknya, ghirah kita semakin mengendur dari hari ke hari. Semakin terkikis oleh permasalahan yang kian rumit yang jauh lebih banyak menyita waktu kita daripada kita memikirkan kepentingan ummat. Sungguh suatu hal yang sangat menyedihkan. Sangat ironis. 

Betapa banyak saudara kita yang begitu aktif ketike pada masa remajanya, pada masa kuliah atau sekolahnya, menjadi hilang begitu saja di dunia dakwah. Kontribusi dari mereka yang dulu sangat menggigit kini sudah tidak terasa sama sekali. Mereka yang dulu menjadi pendorong, menjadi poros dakwah kini hanya berdiri diam di sudut – sudut dakwah. Dia tetap ada dalam lingkaran dakwah, tetapi kehadirannya antara ada dan tiada. Seakan – akan hanya sebagai fatamorgana dalam dakwah. Dilihat seakan – akan ada, namun tidak terasa keberadaanya. 

Lantas, apakah hal tersebut juga terjadi dalam diri kita sebagai seorang juru dakwah? Semakin menurunkah produktivitas kita dalam berdakwah? Semakin hilangkah kontribusi yang kita lakukan untuk keberlangsungan dan kemajuan dakwah ini? Introspeksilah diri kita. 

Bukan tidak mungkin sebenarnya kita menyadari kesalahan ini, menyadari hal ataupun sesuatu yang membuat ghirah dalam diri kita semakin hilang. Namun, kita tidak mau mengatasi hal tersebut. Kita tidak mau menghilangkan hal tersebut dari dalam diri kita. Bahkan kita malah menikmatinya. Sehingga semakin membuat kita menutup mata terhadap masalah pada diri kita yang akan berimbas pada kontribusi kita terhadap dakwah. 

Tidak sedikit saudara kita yang berpikir bahwa dakwah akan lebih mudah dilakukan ketika ia sudah memiliki jabatan tinggi ataupun sukses dalam berkarir. Tidak sedikit pula saudara kita yang berpikir untuk apa mereka berkontribusi kalau nanti mereka tidak ikut menikmati. Sehingga mereka malas untuk menunjukkan kontribusi mereka dalam berdakwah setiap saat. Keegoisan telah merajai mereka. Keberadaan dan kepentingan ummat ini telah dilupakan oleh mereka. 

Ini merupakan sebuah degradasi dakwah. Penurunan prestasi dakwah. Perlambatan dalam kelajuan dakwah. Sebuah hal yang mampu menarik mundur laju dakwah kita kembali ke titik nol, atau bahkan minus. Sehingga akan berefek pada semakin lamanya kemenangan dakwah akan kita capai. Allah yang menguasai hati seluruh makhluk dan mampu untuk mengubah hati setiap makhluk-Nya. 

Banyak – banyaklah kita memohon doa kepada Allah agar hati kita diberi kekuatan untuk istiqomah dalam jalan dakwah. Memohan agar semakin banyak dan semakin kompleks ujian yang kita hadapi nanti akan semakin menambah ghirah dan iman kita kepada Allah. Memohon pula agar semakin diberi sokongan kekuatan dan motivasi sehingga ghirah kita tidak akan meredup atau padam. Dengan penuh harap kita memohon kepada Allah agar senantiasa diistiqomahkan hati kita, “Ya muqollibal quluub tsabbit quluubana ‘alaa diinik.” Semoga Allah selalu memberi kita kekuatan untuk istiqomah di jalan dakwah.
Waallahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar