Halaman

Jumat, 25 Oktober 2013

Ekkspektasi terhadap Logistik Global ditinjau dari Persepsi Pemerintah

Ekspektasi pemertintah terhadap adanya Logistik Global bisa dilihat dari beberapa situasi dan tindakan pemerintah yang ada dikehidupan sehari-hari. Pemerintah memiliki ekspektasi agar Logistik Indonesia bisa “Terintegrasi secara Lokal, Terhubung secara Global”.

Pada tahun 2025, sektor logistik indonesia diharapkan bisa secara domestik terintegrasi antar pulau dan secara internasional terkoneksi dengan ekonomi utama dunia dengan efisien dan efektif, akan meningkatkan daya saing nasional untuk sukses dalam era persaingan rantai suplay dunia. Penelitian dan survey Global Competitiveness Index (GCI) yang dilakukan oleh World Economic Forum pada tahun 2007-2008 menempatkan Indonesia pada urutan ke 54 dari 131 negara yang disurvey, berada dibawah Thailand (28), Malaysia (21), dan Singapura (7). Dalam laporan survey Logistics Performance Index (LPI) tahun 2007, Bank Dunia menempatkan Indonesia pada posisi ke 43, dari 150 negara yang di survey, berada dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Khusus untuk salah satu dari 7 (tujuh) tolok ukur yang ada dalam LPI diatas, indikator biaya logistik domestik Indonesia berada di peringkat 92 dari total 150 negara yang disurvey. 

Persaingan saat ini adalah persaingan antar rantai suplai. Logistik adalah kegiatan dalam Rantai Suplai. Sektor logistik penting dalam peningkatan daya saing negara. Porsi biaya logistik terhadap harga barang adalah sekitar 20% lebih. Biaya logistik negara di dunia memiliki besaran sekitar 10%-20% untuk negara maju dan berkembang. Kondisi ini telah menginspirasi banyak negara untuk melakukan penataan dan merumuskan kebijakan nasional mereka dalam sektor logistik. Indonesia bisa menjadikan perkembangan di beberapa negara sebagai referensi yang sangat berharga. Australia misalnya, mematok sasaran dan strategi bisnis logistik sebagai bagian dari daya saing nasional. Untuk itu, mereka membentuk Australian Logistics Council yang khusus menangani masalah ini. Hong Kong mencanangkan visi sebagai “Gateway for Pearl River Delta”, yaitu pintu gerbang ke wilayah China di sekitarnya. Singapore jelas menempatkan strategi sektor logistik menjadi primadona industrinya dan memiliki visi “A Leading Integrated Logistics Hub in Asia by 2010”. Masyarakat Ekonomi Eropa, melalui “EULOC Vision 2015”, mendukung terbangunnya “linkage” antar negara anggota, untuk meningkatkan daya saing satu Eropa, melalui peningkatan standardisasi logistik. Amerika Serikat memiliki “VISION 2050: An Integrated National Transportation System” yang fokus pada pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dibutuhkan oleh semua industri. Sementara Thailand, merencanakan menjadi “Regional Logistics Hub” untuk kawasan Indochina (Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar dan sebagian Mainland China). Thailand juga mencanangkan tujuan untuk dapat menurunkan total biaya logistik-nya sebanyak 9% selama 5 tahun ke depan.

Dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang telah terjadi di external (yaitu adanya tekanam komitmen di tingkat regional maupun global, perubahan peta pasar, persaingan, peraturan tentang transportasi multi-modal, perkembangan teknologi informasi, keamanan dan adanya keterbatasan kapasitas) dan dengan menilik pada kekuatan dan kelemahan berbagai faktor dalam logistik nasional pada saat ini, maka Strategi Logistik Indonesia memiliki Ekspektasi dan diharapkan akan mengutamakan strategi pada ”6 (enam) faktor penentu logistik nasional” atau ”the 6 (six) major national logistics drivers”, yaitu: 
  1. Komoditas Penentu (Key Commodities),
    Kebijakan logistik nasional harus merupakan kebijakan logistik yang mendukung kinerja dan pengembangan komoditi utama nasional. Kebijakan harus disusun berdasarkan komoditas penentu (key commodities) atau industri kunci dari seluruh kegiatan logistik di Indonesia. Komoditas Perdagangan dan Perindustrian tersebut mencakup kebutuhan Domestik maupun Internasional. Sesuai dengan prinsip kegiatan logistik, maka komoditas kunci terebut ditentukan bukan oleh nilai/harganya, tetapi dari volume atau beratnya. 
  2. Peraturan dan Perundangan (Laws and Regulations),
    Kebijakan logistik nasional harus mencakup upaya sinkronisasi dan penyempurnaan peraturan perundangan (laws dan regulations) yang telah ada, atau menyiapkan peraturan perundangan yang baru apabila diperlukan, dalam kerangka memberikan “payung hukum” yang sesuai untuk tercapainya 5 (lima) komponen strategi logistik nasional lainnya. Kebijakan logistik juga harus meliputi peraturan perundang-undangan yang melindungi kepentingan sektor logistik secara khusus dan kepentingan negara pada umumnya. Selain pembuatan dan sinkronisasi dari peraturan-peraturan, juga digarisbawahi pentingnya upaya penegakan hukum (law enforcement) agar peraturan-peraturan yang dibuat dapat efektif dijalankan oleh para pelaku. 
  3. Prasarana dan Sarana (Infrastructure),
    Kebijakan logistik nasional harus menentukan lintasan distribusi optimal untuk rencana arus komoditas penentu (key commodity) tersebut diatas. Yang dimaksud dengan lintasan optimal adalah lintasan dengan biaya termurah, waktu tersingkat dan jarak terpendek. Lintasan optimal ini membutuhkan jenis dan lokasi (“apa dan dimana”) dari infrastruktur (prasarana dan sarana) yang mendukungnya. Infrastruktur adalah “landasan” dari strategi logistik nasional. Kebijakan logistik nasional akan menetapkan rencana pembangunan, penataan kembali dan pengembangan infrastruktur logistik nasional secara bertahap. 
  4. Sumber Daya Manusia dan Manajemen (Human Resources and Management),
    Kebijakan logistik nasional harus menggariskan kebijakan peningkatan dan pengembangan kompetensi sumberdaya manusia, termasuk pengembangan institusi lembaga pendidikan bidang logistic dalam rangka peningkatan kompetensi, yang pada gilirannya akan memperbaiki kinerja tempat SDM tersebut berkarya.
    Sebuah sistem logistik yang efisien dan terintegrasi sangat dibutuhkan untuk menopang industri secara keseluruhan. Sistem ini baru bisa bekerja dengan baik apabila didukung oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia yang sesuai. Strategi dalam bidang ini dapat berbentuk dukungan bagi perguruan tinggi yang memperkenalkan program studi khusus manajemen Logistik dan Rantai Suplai, mendorong komunitas profesi di bidang yang terkait dengan Rantai Suplai dan Logistik untuk berkolaborasi menyusun program sertifikasi nasional bidang ini, melakukan survey khusus tentang profesi di bidang ini yang kemudian dipublikasikan secara regular sebagai salah satu cara untuk mempromosikan profesi ini masyarakat yang lebih luas, dan secara berkesinambungan mendorong diselenggarakannya kegiatan (seminar, konferensi, pameran, dan lain-lain) yang terkait dengan pembelajaran dan penerapan “global management best practices” di bidang Logistik dan Rantai Suplai dalam industri di Indonesia.
    Sangat luasnya spektrum bidang keahlian khusus (spesialisasi) di dalam manajemen rantai suplai dan logistik menyebabkan tidak ada satu pelaku pun yang mampu mengerjakan seluruh mata rantai kegiatan logistik secara utuh. Namun sebaliknya, setiap pelaku dari salah satu mata rantai logistik diharapkan memahami keseluruhan proses dengan baik sehingga dapat memahami dengan baik perannya terhadap keseluruhan proses. Sebagai contoh luasnya spektrum kegiatan logistik, kita bisa melihat peran/kegiatan yang berbeda dari bermacam segmen penyedia jasa logistik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan dituangkan dalam bentuk sertifikasi keahlian. Sertifikasi keahlian adalah hasil akhir dari suatu proses pelatihan teori dan praktek, dengan hasil akhirnya ditentukan oleh sebuah ujian. Agar tetap mendapat pengakuan atas sertifikasi keahlian tersebut, umumnya pemegang sertifikasi harus secara berkelanjutan mengikuti kegiatan seminar, studi dan semacamnya, yang diberi poin/’cum’ khusus, untuk selalu mengasah keahlian tersebut.
    Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan dalam pembuatan Perundang-undangan dan Peraturan-Peraturan, maka peningkatan kemampuan sumber daya manusia dengan pelatihan sertifikasi yang dimaksud tidak akan memberikan sertifikasi yang utuh meliputi seluruh aktifitas logistik, namun justru akan dikeluarkan sejumlah sertifikasi keahlian menurut bidangnya masing-masing yang berada dalam cakupan aktifitas logistik. Agar tidak timbul sertifikasi keahlian yang tumpang tindih, diperlukan sinkronisasi dan penyamaan pemahaman dari keahlian yang dibutuhkan dalam bidang rantai suplai dan logistik ini. Seluruh lembaga sertifikasi profesi di bidang rantai suplai dan logistik yang ada di Indonesia diharapkan untuk berkoordinasi, dan kemudian bekerja-sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), menentukan kurikulum sertifikasi terkait dan metoda akreditasi lembaga-lembaga sertifikasi profesi dalam bidang ini di Indonesia.
    Badan yang menaungi seluruh asosiasi bisnis yang terkait dengan logistik pada gilirannya juga diharapkan untuk mendukung program ini, dengan salah satunya adalah mendorong perusahaan anggotanya untuk melakukan perekrutan karyawan dengan mengutamakan calon karyawan yang telah memiliki sertifikasi keahlian yang diakui tersebut. Agar pelaku usaha tidak ragu untuk melakukan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, maka harus diberikan suatu insentif (misal: insentif perpajakan atau penerapan ikatan dinas), mengingat dalam situasi keterbatasan sumber daya manusia besar kemungkinan akan terjadi praktek ‘pembajakan’ para ahli profesi ini. Serifikasi keahlian ini juga akan berfungsi untuk semakin meningkatkan daya saing profesional Indonesia di tingkat nasional, regional maupun global, dibanding profesional dari negara lain. Sertifikasi ini juga akan memberi kesempatan yang lebih besar kepada sumber daya manusia Indonesia untuk berperan dalam pengembangan sektor logsitik di negaranya sendiri. Pemerintah dapat berperan lebih jauh lagi, dengan lebih aktif dengan mengalokasikan sebagian dananya untuk mendorong percepatan peningkatan keahlian sumber daya manusia, baik secara langsung berupa beasiswa maupun melalui penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai
  5. Teknologi Informasi dan Komunikasi (Information and Communication Technology)
    Kebijakan logistik nasional harus menentukan arah pembangunan jaringan teknologi informasi, dan intensifikasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang kualitas dan kinerja sektor logistik nasional sehingga mampu memonitor pergerakan arus barang setiap saat pada semua simpul lintasan distribusi dan juga mempermudah transaksi antara berbagai pihak yang terkait dalam rantai suplai.

    Pengembangan bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi akan berfokus pada pemanfaatan strategis yang ingin diambil dari Teknologi Informasi dan Komunikasi, yaitu: 
    • Percepatan proses pemeriksaan, verifikasi, dan pelaporan karena semua data sudah terinput pada satu sistem sehingga mudah dikses dari manapun dan oleh setiap pihak yang terlibat pada proses pengiriman barang-barang (sesuai dengan otoritasnya) 
    • Kepastian informasi yang tepat waktu atas proses yang sedang berlangsung disepanjang jalur pipa logistik (logistics pipeline visibility). Informasi ini akan dapat digunakan oleh semua peserta rantai suplai untuk mengambil tindakan antisipatif agar tujuan efisiensi dapat tercapai. 
    • Transparansi atas penerapan peraturan yang berlaku atas proses yang berlangsung sepanjang perjalanan, mengurangi kontak langsung antara individu, sehingga selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfatan sumber daya manusia, juga dapat menurunkan dan menghapuskan praktek pungutan-pungutan liar dan suap. 
    • Terciptanya database yang lengkap, akurat dan tepat waktu atas arus barang yang bergerak masuk atau keluar negeri sehingga dapat digunakan bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan 
    • Peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan produk/barang mulai dalam proses pembuatan (produksi), penyimpanan (gudang), pengiriman (transportasi), sampai di tingkat pengecer (pedagang) dan konsumen akhir.

2 komentar: